Sindroma Balint
Fritz Sumantri Usman, Sr
Neurologist & Interventional Neurologist
Abstrak
Sindroma balint merupakan suatu sindrom yang utamanya terdiri dari simultanagnosia, ataksia optik, disorientasi spasial , dan hemispasial neglek. Banyak gejala gejala penyerta lainnya , namun keberadaan 2 dari gejala diatas ditambah dengan disorientasi spasial sudah memenuhi syarat untuk ditegakkannya diagnosis sindroma balint .
Sindroma ini terjadi akibat kerusakan dari kedua lobus parietal , dengan faktor etiologi yang sangat beragam . Tidak ada suatu metode terapi yang khusus dapat menyembuhkan sindroma ini kecuali memperbaiki penyakit yang mendasarinya , dan prognosis yang dimiliki juga tergantung dari penyakit yang mendasarinya , namun biasanya buruk
Kata kunci : sindroma balint – manifestasi klinis – penatalaksanaan
Abstract
Balint syndrome is a syndrome which contain simultanagnosia, optic ataxia, spasial disorientation, and neglect hemispatial .There are a lot of clinical manifestation follow them , but for work of diagnostic purpose , we just need 2 of them and add spatial disorientation. This syndrome occur biparietal damage, cause a several number of etiologic factors.
There are not specific therapy, except to manage its underlying desease, and prognostic factor for this circumstasnces usually poor .
Keywords : balint syndrome – clinical manifestation – management
Pendahuluan
Sindroma Balint merupakan sindroma yang timbul karena kerusakan kedua sisi lobus parietal, yang pertama kali ditemukan oleh seorang dokter Hungaria bernama Reszo Balint pada tahun 1909 .(1) Saat itu ia menyadari bahwa pasiennya memiliki keterbatasan dalam penglihatannya dimana pesien tidak dapat melihat lebih dari satu obyek pada waktu yang bersamaan, disertai ataksia optik, dan ketidakmampuan pasien untuk menjangkau obyek yang letaknya berhadapan dengan dirinya .(1,2)
Dalam ilustrasinya , Balint mengungkapkan sewaktu dilakukan pemeriksaan terhadap si pasien dengan dua buah benda yang saling melekat satu sama lain ( misalnya sisir dan sendok ) , maka si pasien hanya melihat benda yang didepannya saja , apabila percobaan tersebut diulang lagi , dengan sebelumnya kedua benda tersebut diturunkan ; maka pasien tampak kebingungan , karena ia malah tidak melihat kedua benda tersebut , namun yang ia lihat benda yang terletak lebih di belakang lagi dari kedua benda yang melekat itu ; yaitu papan tulis yang penuh dengan coretan tulisan dengan menggunakan kapur .(1,2)
Simultanagnosia yang terjadi pada pasien pasien tersebut ternyata tidak terpengaruh terhadap lapang pandang yang dimilikinya ; karena pada pemeriksaan lebih lanjut , tampak lapang pandang intak dengan pemeriksaan menggunakan satu obyek ; dan dari penelitian lebih lanjut tampak bahwa simultanagnosia juga tidak terpengaruh terhadap besar obyek yang dilihat ; jadi pasien dapat saja melihat entah itu semut atau gajah selama hanya satu obyek tunggal (1,3)
Sindroma biparietal yang terkena ini , ternyata juga timbul dari adanya hemispasial neglect dan kekacauan kata kata yang diderita pasien . Lebih lanjut akan kita diskusikan , hal hal apa saja yang membangkitkan sindroma ini , dan analisa hipotesis yang mendasari terjadinya keadaan ini .(2)
Etiologi dan anatomi sindroma Balint
Secara anatomi , tidak hanya lesi yang dapat menyebabkan hemispasial neglect ( utamanya pada daerah perbatasan temporoparietal ) yang dapat menyebabkan sindroma ini , tapi juga lesi lesi bilateral yang memiliki jaras penghubung pada area asosiasi posterior didaerah kortek. Lesi didaerah oksipitoparietal , yang mengenai gyrus angularis pada lobus oksipital dorsorostral , lalu area precuneus juga dapat menyebabkan sindroma ini , dengan penyebaran kearea girus temporalis superior . (1,2,3)
Apabila sindroma Balint terjadi tanpa hemispasial neglect , maka kemungkinan penyebab terbesar , kerusakan melibatkan daerah kuneus dan prekuneus dari perbatasan parieto-oksipital , dan girus angularis pada kedua belah sisi otak besar .(3)
Keterlibatan girus parieto-oksipital dalam hal ini , dapat terjadi akibat stroke akibat emboli jantung, penetrasi peluru , dan hal hal lainnya ; hal ini disebabkan karena girus ini terletak pada daerah yang diperdarahi arteri otak bagian medial dan posterior , sehingga sebab sebab lainnya yang disebut diatas dapat pula mencakup akibat hipoperfusi cerebral secara global , oligemia yang disebabkan hipoksia , hiperglikemia, peningkatan asidosis laktat disepanjang daerah tersebut .(3)
Suatu keadaan yang timbul terkait dengan operasi by-pass jantung yang dijalani pasien , sehingga yang bersangkutan mengalami syok kardiogenik sehingga menyebabkan hipotensi dan hipoksia sering terjadi dan memicu timbulnya sindroma Balint yang tidak disadari . (3,4)
Sebab lainnya adalah suatu glioma yang bercorak kupu kupu , yang timbul di satu sisi lobus parietal dan menyebar ke lobus parietal diseberangnya , melewati korpus kallosum ; apabila dilakukan radiasi pada keadaan tersebut , maka nekrosis yang timbul akibat radiasi tersebut , dapat juga menyebabkan keadaan ini .(1,2,4)
Penyakit penyakit degeneratif, seperti alzheimer sudah dilaporkan dapat menyebabkan sindroma Balint .(2)
Kelainan kelainan yang seringkali ditemukan pada sindroma ini , karena terkait dengan kerusakan pada bagian bagian otak yang sudah disebutkan diatas , sudah banyak dilaporkan dalam berbagai kepustakaan ; diantara kelainan kelainan tersebut ialah agnosia asosiatif, prosopagnosia, alexia, gangguan lapang pandang, dan beberapa gangguan kognitif . Dengan banyaknya kelainan penyerta yang timbul , seringkali pemeriksan kesulitan menegakkan suatu diagnosa sindroma Balint ; namun Holmes dan Horax mengatakan bahwa ,apabila sudah dipenuhi 2 tanda utama dari keadaan ini yaitu gangguan konstriksi atensi pada visual ( yang mencakup simultanagnosia dan ataksia optik ) serta disorientasi spasial ; maka penegakkan diagnosa sindroma ini sudah sangat memadai .(1,4)
Kelainan kelainan yang sering timbul pada sindroma Balint
Bila sindroma ini sudah masuk dalam stadium berat , penderita akan tampak seperti orang buta , tidak ada reflek ancam , gaya berjalan tampak seperti orang sempoyongan , dan tidak dapat mempertahankan posisi bila berhadapan dengan lawan bicaranya secara frontal . Pada pemeriksaan , bila pemeriksan tenang dan sabar, dengan meletakan obyek didepan pasien hingga matanya mampu memfiksasi obyek tersebut ( tanpa ada obyek lainnya ) , pasien mulai menyadari dan mampu melihat obyek tersebut , namun pada saat itu , pasien betul betul tidak akan melihat disekeliling obyek yang dilihat , sehingga perhatiannya hanya terfokus pada obyek tersebut .(4,5)
Pada suatu pemeriksaan sindroma balint yang sudah cukup berat ; pernah seorang pasien disuruh untuk menggambar suatu obyek diatas kertas gambar. Keesokan harinya begitu pemeriksa memperlihatkan gambar yang telah dibuat pasien , dengan sedikit terkesima penuh kekaguman, pasien memiringkan kepalanya, dan memicingkan matanya , dan berujar kepada si pemeriksa ,” dokter, saya tidak melihat gambar apapun yang ada , namun apabila bentuk yang dokter maksud itu adalah pola dan corakan serat serat kertas yang ada dihadapan saya ; maka corakan tersebut memang sangat mengagumkan “.(4)
Gangguan konstriksi atensi pada visual : Simultanagnosia
Holmes dan Horax , memeriksa seorang veteran perang dunia I berumur 30 tahun , dengan bekas luka tembak yang menembus gyrus parieto-oksipital , dan menulis kesimpulannya bahwa pasien hanya dapat melihat satu objek pada satu waktu .(2,3,4)
Coslett dan Saffran , melukiskan bahwa pasien yang ia periksa tidak saja sangat terganggu dengan pola penglihatannya sekarang dimana pasien hanya dapat melihat satu orang pada acara televisi yang pasien tonton , tapi juga pasien sering kebingungan apabila membaca rangkaian kata ; begitu juga pada saat menulis , karena seringkali pasien melihat ujung pensilnya hilang berganti dengan corakan kertas , dan berganti lagi dengan huruf yang ia tulis .(4,5)
Lebih lanjut , Holmes dan Horax menemukan bahwa pasien sindroma Balient tidak dapat membedakan besar-lecil, panjang-pendeknya sebuah benda , bukan karena tidak dapat memperbandingkannya ,namun lebih karena tidak ada obyek yang dapat dipergunakan sebagai obyek pembandingnya.(3)
Sehingga dapat dikatakan simultanagnosia adalah suatu padanan yang digunakan untuk melukiskan adanya kelainan dalam mengintegrasi suatu pola pandangan . Namun perlu dicatat , bahwa menurut Wolpert , suatu simultanagnosia saja , tidak hanya terjadi pada sindroma balint , karena setiap lesi yang terjadi pada kortek parieto-oksipital sebelah kiri , seringkali menyebabkan simultanagnosia ; sementara Farah mengatakan bahwa simultanagnosia pada sindroma Balint lebih tepat disebut dorsal dan ventral simultanagnosia , yang merupakan suatu kelainan akibat lesi di parieto-oksipital kiri dan menyebar kedaerah lobus oksipital , sehingga pasien pasien sindroma balint yang menderita simultanagnosia , tidak hanya tidak dapat melihat lebih dari satu obyek pada saat yang bersamaan , tapi juga terdapat suatu disorientasi spasial , dimana ia tidak tahu mengenai letak obyek tersebut atau kemana harus mencari keberadaan obyek tersebut .(1,4,5)
Disorientasi spasial
Holmes dan Horax mengatakan bahwa disorientasi spasial merupakan tanda utama dari sindroma Balint . Mereka melukiskan , bahwa pada pemeriksaan terhadap seorang pasien yang menderita sindroma Balint , bahwa pasien itu sedang berada beberapa meter dari tempat tidurnya , begitu disuruh kembali untuk merubah arahnya menuju tempat tidurnya ; si pasien berbalik, dengan kebingungan mencari dimana tempat tidurnya ; begitu menemukan tempat tidurnya , dan pada saat ia mulai melangkah ; isi pasien berkata ; bahwa ia harus mencari kembali dimana posisi tempat tidurnya . (8)
Tidak pelak lagi , bahwa kedua gangguan ini (simultanagnosia dan disorientasi spasial ) merupakan suatu masalah yang cukup serius bagi pasien dalam menjalani kehidupannya sehari hari .(6,8)
Pergerakan mata yang bermasalah
Pergerakan okulomotor yang bermasalah , juga kerapkali timbul dalam sindroma Balint , seperti gangguan fiksasi, sakadik , pergerakan pursuit dan bola mata . Dengan pasien yang tidak dapat mempertahankan fiksasi kedua bola matanya , maka kemungkinan terjadinya sakadik cukup besar , sehingga akan membuat penghayatan persepsi penglihatan yang kacau karena pergerakan bola mata yang kacau .(2,4)
Holmes dan Horax melukiskan , bahwa dalam pemeriksaan pasien mereka ; si pasien dapat memfiksasi pandangannya terhadap satu obyek ; namun apabila tempat dari obyek tersebut di gerakan / diubah / digeser dengan cepat ; maka si pasien akan kehilangan pandangannya terhadap obyek yang bergerak itu , tidak masalah apakah pergeseran itu hanya beberapa derajat .(2,3,6)
Ataksia Optik
Pada penderita sindroma Balint , terdapat ketidakmampuan untuk menjangkau obyek . Dalam salah satu tulisannya , Holmes dan Horax melukiskan, bahkan sesaat setelah melihat sendok, pasien tidak dapat melihat lurus ke sendok tersebut, dan saat mencoba menjangkaunya, gerakannya sangat tidak akurat , karena dilakukan dengan cara tangannya meraba raba mencari sendok tersebut, hingga menyentuh sendok . (2,3)
Atau contoh lainnya ; berikan pasien penderita sindroma ini sebuah pensil ; lalu minta kepadanya untuk menggambarkan sebuah titik pada lingkaran yang sudah tergambar diatas kertas . Pasien dengan sindroma Balint tidak akan bisa melakukan hal tersebut , bukan karena ketidaktahuannya akan bentuk lingkaran atau fungsi dari pensil , namun lebih karena ia tidak tahu atau tepatnya tidak dapat melihat bentuk lingkaran .(2)
Kelemahan persepsi
Holmes dan Horax menemukan kelainan ini bersama dengan disorientasi spasial . Dikarenakan pasien pasien dengan sindroma ini , tidak dapat melihat dua benda secara bersamaan , maka iapun tidak dapat memperkirakan benda mana yang lebih besar dari lainnya , benda mana yang paling dekat dengannya ; namun tidak demikian bila ada satu benda yang diperlihatkan kepadanya . Misalnya kita memperlihatkan pensil , maka pasien akan tahu bagian mana yang diatas atau yang dibawah . Ketidakmampuan persepsi tersebut juga berlaku pada bidang warna .(6,7)
Kontribusi hemisfer kiri terhadap pergeseran atensi terhadap obyek yang dilihat
Egly dan kawan kawan melakukan penelitian ini terhadap pasien pasien penderita sindroma Balint . Dari hasil eksperimen mereka didapat hasil bahwa terdapat pergeseran atensi diantara obyek pada lesi lobus parietal khususnya sebelah kiri . Pada pasien pasien denan lesi unilateral didapatkan pergeseran atensi , dimana respon terhadap kontraletaral terhadap lesi lebih besar daripada ipsilateral . Dari hasil penelitian lebih jauh didapatkan hasil bahwa lobus parietal kanan mengurusi pergeseran atensi berdasarkan lokasi , sementara lobus parietal kiri mengurusi pergeseran atensi berdasarkan obyek . Kinerja yang sinergis diantara kedua lobus tersebut , disebabkan adanya jaras jaras neocorteks yang menghubungkannya . Pada lapang pandang kanan dalam penelitian ini , tidak didapatkan suatu kelainan .(6,7)
Terapi dan Prognosis
Terapi yang kita gunakan dalam penatalaksanaan sindroma ini adalah sangat tidak spesifik , dan kesemuanya harus berawal dari penyakit yang mendasarinya . Sehingga apabila underlying desease yang menyebabkannya sudah kita atasi , diharapkan manifestasi klinis yang timbul dapat membaik .(1,3,4)
Demikian pula dengan prognosis yang dimiliki , akan sangat tergantung dari underlying desease yang menyebabkan sindroma ini terjadi , namun biasanya dikarenakan pasien sudah dalam stadium lanjut waktu memeriksakan penyakitnya ke dokter , prognosis yang biasanya terjadi adalah buruk . (5,6,7)
Kesimpulan
Seluruh gambaran penting dari sindroma in dapat digolongkan dalam 2 bagian besar , yaitu :
1. penyempitan atensi visual terhadap satu obyek
2. berkutangnya akses terhadap representasi topografik yang berasal dari stimulus visual
terhadap lapang pandang dunia luar maupun memori topografik yang menyertainya .
Keadaan tersebut menyebabkan pasien pasien yang menderita sindroma Balint ini akan melakukan :
1. memiliki keengganan untuk mengenali obyek dan lokasinya
2. proses persepsia yang tidak layak
3. tidak berlakunya representasi spasial dan atensi guna mengenali lingkungan luar yang
berhubungan dengannya .
Tidak ada suatu metode terapi yang khusus dapat menyembuhkan sindroma ini kecuali memperbaiki penyakit yang mendasarinya , dan prognosis yang dimiliki juga tergantung dari penyakit yang mendasarinya , namun biasanya buruk
Daftar Pustaka :
1. Mendez MF. Corticobasal Ganglionic Degeneration With Balint's Syndrome. J
Neuropsychiatry Clin Neurosci 12:273-275, May 2000
2. Liu GT, Newman NJ. Cranial nerve II and afferent visual pathway in Goetz CG (
editors ) Textbook of clinical Neurology 2nd ed. Elsevier Philadelphia, 2003 , pg 128
3. Rizzao M, Veccera SP. Psychoanatomical substrates of Balint's syndrome. J
Neurol Neurosurg Psychiatry. 2002 Feb;72(2):162-78
4. Al-Khawaja . Neurovisual rehabilitation in Balint's syndrome. J Neurol Neurosurg
Psychiatry 2001;70:416
5. Moreaud O. Balint Syndrome.
Arch Neurol. 2003;60:1329-1331
6. Phan ML,Schendel KL,Recanzone GH,Robertson LC. Auditory and Visual Spatial
Localization Deficits Following Bilateral Parietal Lobe Lesions in a Patient with
Balint's Syndrome. Journal of Cognitive Neuroscience. Vol. 12, Issue 4 - July 2000
7. Robertson L,Treissman A, Friedman-Hill S,Grabowecky M. The Interaction of Spatial
and Object Pathways: Evidence from Balint's Syndrome. Journal of Cognitive
Neuroscience. Vol. 9, Issue 3 - May 1997
8. Shah PA. Migraine aura masquerading as Balint's syndrome. J Neurol Neurosurg Psychiatry
1999;67:554-555
Wednesday, 14 November 2007
Interventional Neuroradiologi
Interventional Neuroradiologi
Kemarin dan Hari ini
Fritz Sumantri Usman Sr 1)
Abstrak
Perkembangan interventional neuroradiology amatlah pesat , peran bidang tersebut dalam penanganan beberapa kasus ilmu penyakit saraf khususnya yang disebabkan oleh kelainan pembuluh darah otak sudah mendapatkan tempat tersendiri pada saat penanganan penderita yang memiliki masalah tersebut . Dua hal yang sangat erat kaitannya dalam perkembangan interventional neuroradiologi adalah ketrampilan ahlinya dan penguasaan tekhnologi dari alat alat penunjang .
Beberapa kasus seperti stroke iskemik, aneurisma, vasospasme, malformasi arteri vena , dan tumor kepala adalah kasus kasus yang paling banyak ditemukan oleh para ahli interventional neuroradiologi di lapangan . Kerja sama dengan disiplin bidang lain dalam ilmu penyakit saraf tetap diperlukan guna mendapatkan hasil penatalaksanaan yang optimal
Kata kunci : interventional neuroradiologi ; ilmu penyakit saraf; interventional radiologi
Abstract
Blooming of interventional neuroradiology become so rapidly, our role in management several cases in neurology’s field especially in cerebrovascular disorder already steady in serve a number of patients which already that disorder. Two main problem who had close relationship in developt interventional neuroradiology are skills and ability to utilized the technology ot itself.
Several cases like ischaemic strole, aneurysm, vasospasm, AVM, and head tumour , which are the most cases that we face in interventional radiology field. Relation and join with another subdivisions of neurology still and a must , for comphrehensive management and optimal serve.
Keywords : interventional neuroradiology ; neurology ; interventional radiology
Interventional neuroradiologi kemarin
Laporan pertama mengenai tindakan angiografi pada pembuluh darah otak didapatkan pada tahun 1927 , yang menceritakan bahwa telah dilakukan tusukan jarum yang berisi kontras pada arteri karotis komunis.1
Kemudian sejarah interventional neuroradiologi (INR) tidak terlepas dari sejarah interventional radiologi . Pada tahun 1964, Dr. Charles Dotter, dari Portland Michigan USA, mempublikasikan tentang tindakan percutaneus ballon angioplasty pada majalah “circulation”, yang membuat dokter tersebut dianggap sebagai “ayah dari interventional radiology. Kata kata yang terkenal dari beliau pada waktu itu adalah “…it should be evident that the vascular cathether can be more than a tool for passieve means for diagnostic observations : used with imagination, it can become an important surgical instrument “
Setelah itu , perkembangan interventional radiologi amatlah pesat , namun tidak demikian halnya dengan interventional neuroradiologi . Pada awal tahun 1980-an, tindakan interventional neuroradiologi, hanyalah dianggap sebuah pekerjaan eksperimental dan hanya dilakukan pada pasien pasien yang sudah tidak memiliki pilihan cara terapi lagi .
Diakhir decade 80-an dan awal 90-an, lahirlah sebuah peralatan yang amat membantu para interventional melaksanakan pekerjaannya yaitu Digital Substraction Angiografi (DSA) dan Roadmap Fluoroscopic Imaging (RFI). Dengan kedua alat tersebut, yang bagi interventional neuroradiologi namanya menjadi cerebral DSA ( C-DSA )dan RFI , tindakan tindakan seperti angiografi , dan pemantauan kontras yang telah disuntikan ke dalam tubuh pasien menjadi amat mudah untuk diikuti . Sehingga , tindakan C-DSA dengan RFI pada saat ini menjadi sebuah kebutuhan , karena dengan melakukan tindakan tersebut, kita dapat mengevaluasi, apakah ada prosedur lain yang harus dilakukan seperti stenting karotis atau stenting intrakranial , atau tidak ada prosedur lain yang harus dilakukan.
1) Seorang Neurologist , saat ini sedang menjalani pelatihan Fellowship Interventional Neuroradiology dan Stroke . Pada Departement Neuro Endovascular Therapy di Sir Ganga Ram Hospital, New Delhi - India
Dan semenjak digunakannya C-DSA, maka perkembangan peralatan yang dibutuhkan oleh seorang interventional neuroradiologi menjadi amat pesat; tidak berapa lama kemudian diperkenalkanlah mikro kateter untuk interventional neuroradiology dengan ukuran 0,013 dan 0,021 inc ; dan tidak dipungkiri lagi , dengan adanya mikro kateter maka perjalanan menuju pembuluh darah otak yang dikehendaki akan semakin mudah dan menyenangkan . Kemudian di awal tahun 1990-an, diperkenalkan koil oleh perusahaan Boston Scientific , dimana koil platinum ini dapat dengan lebih mudah menempel pada aneurisma sehingga mencegag pecahnya aneurisma tersebut .2
Interventional Neuroradiologi hari ini
Saat ini sudah banyak sekali kemajuan yang dicapai dalam bidang interventioanal neuroradiologi , secara peralatan saat ini sudah dikembangkan dan dipergunakan C-DSA tiga dimensi dan akan diikuti pula oleh 3 dimensi RFI, saat ini FDA Amerika telah mengesahkan beberapa jenis koil yang aman dan layak dipakai untuk terapi aneurisma, diantaranya adalah bare platinum coil, 2 and 3 dimension coils, aneurysma conforming coil, bioactive coil, dan hydrogel-coated coil.2
Tidak hanya di bidang peralatannya saja interventional neuroradiologi mengalami kemajuan pesat , namun dari bidang keilmuan, yang dapat dilakukan oleh seorang interventional neuroradiologi pun semakin hari semakin berkembang kemampuan para praktisinya .
Untuk uraian di bawah ini, kami hanya akan membicarakan beberapa keadaan yang banyak ditemukan dan banyak dilakukan oleh seorang ahli interventional neurology, dan selain keadaan keadaan tersebut masih sangat banyak peran seorang interventional neuroradiologi dalam memberikan sumbangannya kepada dunia ilmu penyakit saraf khususnya .
Stroke Iskemik
Interventional neuroradiologis mempunyai pandangan bahwa ada 2 mekanisme utama untuk penanganan penderita stroke iskemik , yaitu Revascularisasi dan pencegahan timbulnya atau berulangnya stroke iskemik melalui tindakan stenting. 3
Revaskularisasi
Revaskularisasi yang dimaksud adalah dengan menggunakan trombolitik dan diberikan secara langsung intravena ataupun intra arterial , maupun digabung antara intravena dan intra arterial . Tentu saja , sebelum dilakukan pemberian trombolitik, harus dilakukan penentuan apakah pasien tersebut termasuk golongan penderita stroke iskemik yang dapat diberikan trombolitik atau tidak .4,5
Tujuan dari penggabungan tersebut ( intravena dan intraarterial ) hanyalah untuk lebih memfleksibelkan waktu terapi yang optimal . Kita tahu, dengan menggunakan rt-PA yang dimasukan secara intra vena , golden period yang kita miliki hanyalah 3 jam , namun dengan penyuntikan rt-PA saja secara intra arterial , maka waktu yang kita miliki untuk mengharapkan penyembuhan secara optimal adalah 4,5 – 6 jam bila kerusakan didapatkan di system karotis 5 , dan 8 – 12 jam bila kerusakan di dapatkan di sistem basilar.6
Dua hasil percobaan yang telah diterima oleh dunia interventional adalah mengkombinasikan pemberian abciximab secara IV dan rt-PA secara IA , dimana dosis untuk abciximab adalah bolus 0,25 mg/kgbb diikuti 0,125 mikrogram/kgbb/menit selama 12 jam, sedangkan dosis rtPA yang dimasukan secara intra arterial melalui ”transfemoral sheath” diatas meja prosedur oleh seorang interventional neuroradiologi adalah 10-20 mg/jam, diberikan melalui mikrokateter pada sisi yang oklusi. 7 Kemudian cara lainnya yang sudah dilakukan adalah pemberian rtPA secara intravena , kemudian langsung dilakukan serebral DSA, dan bila masih diperlukan, diberikan rtPA secara intra arterial . Dosis yang digunakan untuk keperluan tersebut adalah IV rtPa diberikan dalam rentang waktu 3 jam – 4,5 jam setelah onset dengan dosis 0,6 mg/kgbb ( maksimal60 mg ) dengan 15% dari jumlah tersebut diberikan secara bolus,dan sisanya infus dalam waktu 30 menit; kemudian dilakukan cerebral DSA , bila masih ditemukan thrombus, diberikan rtPA IA dengan dosis total 22mg.Dari cara tersebut diatas , didapatkan perdarahan intrkranial yang simtomatik sebanyak 6%,sedang yang asimtomatik 43%.5
Satu hal yang menarik adalah , ditemukan bahwa tingkat efektifitas rtPA , ternyata lebih baik pada wanita dibandingkan pada pria. Dari penelitian yang dilakukan pada arteri cerebri media dan karotis interna didapatkan hasil rekanalisasi yang terjadi pada wanita dibanding pria ( komplit dan parsial ) adalah 94% ( 59% ; 35% ) berbanding 59% ( 36% ; 23% ) . Sedangkan , bila dicatat hasil yang didapat pada arteri cerebri media saja , pada wanita 100% ( 67% ; 33% ) , sedang pada pria 61% ( 54% ; 7% ) .8
Pemberian urokinase secara tersendiri mulai kehilangan tempat inti dalam penatalaksanaan stroke iskemik , namun sebaliknya , laporan terbaru , menyatakan tirofiban yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,4 mikrogram/kgBB/ secara bolus dalam 3 menit diikuti oleh 0,1 mikrogram/kgbb/ menit selama 30 – 80 menit digabung dengan urokinase dengan dosis 300.000 – 600.000 IU , menjanjikan rekanalisasi baik itu parsial ataupun komplit yang sangat memuaskan . Untuk keseluruhan metoda terapi dengan menggunakan obat obat trombolitik baik secara intra vena maupun arterial , pemeriksaan fisik neurologi sebaiknya dilakukan tiap jam.9
Kemudian, untuk mendapatkan hasil keluaran yang lebih baik lagi , maka dilakukan kombinasi , antara pemberian trombolitik dengan penggunaan pemindai dengan penelitiannya yang bernama MERCI ( Mechanical Embolus Removal In Cerebral Ischaemic ), didapatkan hasil bahwa penggabungan penggunaan rtPA saja secara intravena memiliki angka keberhasilan yang lebih kecil bila rtPA dikombinasikan dengan alat pemindai dan pemindah bekuan tersebut dengan angka perbandingan 54% berhasil dengan rtPA saja, dan 69% berhasil dengan rtPA dan retriever cloth . Patut ditunggu , kehadiran retriever clot seri terbaru yang bernama MicroLysus Ultrasound Device, yang pada saat ini masih dalam fase II dari Investigation Management of Stroke .10
Pencegahan dengan melakukan stenting arteri karotis ataupun stenting pada pembuluh darah intrakranial
Stenosis dari arteri karotis dan pembuluh darah intrakranial memberikan kontribusi sekitar 10 – 20% untuk terjadinya stroke iskemik ataupun TIA . Suatu tindakan stenting pada pembuluh darah tersebut memberikan keuntungan yang tinggi pada individu dengan stesonis > 70%, dan beberapa yang stenosisnya 50 – 69% ; sedang pada pasien pasien asimtomatik , tindakan stenting memperkecil resiko terjadinya stroke dan dapat dilakukan pada penderita dengan tingkat stenosis >60% .11
Ada dua pilihan tindakan untuk menghilangkan stenosis yang timbul, yaitu stenting yang dilakukan oleh seorang interventionalist dan endarterektomi yang biasanya dilakukan oleh seorang ahli bedah saraf .
Dari beberapa trial yang dilakukan beberapa center di dunia untuk mengukur dan atau memperbandingkan keefektifan antara Carotid Angioplasty Stenting ( CAS ) dan Carotid Angioplasty Endarterektomi ( CAE ), Acculink for Revascularization of Carotids in High Risk patients (ARCHeR) dan the Stenting and Angioplasty with Protection in Patients at High Risk for Endarterectomy (SAPPHIRE) trial telah memberikan hasilnya, dimana pada ARCHer didapatkan komplikasi sebanyak 10% pada tindakan stenting dan 15% pada endarterektomi,demikianpula pada SAPPHIRE dengan angka yang tidak jauh berbeda . Dari Eropa dikabarkan penelitian EVA-3S telah dihentikan , dikarenakan angka kematian yang tinggi baik pada CAS (9,6% ) dan CAE (3,9% ).10
Strategi penatalaksanaan pasien dengan stenosis karotis
Curiga Stenosis karotis
Cerebral DSA
Penatalaksanaan stenosis simptomatik > 50%
konservatif atau stenosis asimtomatik > 60%
Penilaian faktor resiko untuk tindakan CAS atau CEA
Resiko rendah resiko tinggi
Endarterektomi atau Stenting karotis stenting karotis
-terapi anti platelet -terapi anti platelet
Yang dimaksud resiko tinggi untuk endakan endarterektomi adalah :(approved NYHA )11
- gagal jantung derajat III / IV
- fraksi ejeksi ventrikel kiri < 30%
- angina yang tidak stabil
- oklusi arteri karotis yang kontralateral
- saat ini menderita infark miokard
- baru dilakukan endarterektomi akibat stenosis yang rekuren
- radiasi di daerah leher
- Usia lebih dari 80 tahun
- Penderita gangguan paru paru kronik
Aneurisma 2,10
Peran para interventional neuroradiologi pada penatalaksanaan aneurisma semakin dimudahkan dengan terus diperkenalkannya peralatan peralatan yang semakin memudahkan mereka mencapai lokasi aneurisma, dan menempelkan koil yang dihantarkan ke lokasi aneurisma . Bila beberapa waktu yang lalu, giant aneurisma menjadi masalah , dikarenakan lehernya yang lebar tidak dapat dipergunakan sebagai “pegangan” koil yang ditempelkan kedalamnya agar tidak rupture ataupun tidak prolaps dan menjadi sumber masalah, saat ini , sudah terdapat Neuroform stent ( Boston Scientific Inc ), yang memang fungsinya ditujukan untuk memasukan koil kedalam aneurisma dengan leher yang lebar, dan membuat koil yang telah terpasang tidak prolaps . Dan walaupun , tekhnologi dan bentuk koil sudah sangat bervariasi dan maju, namun untuk kasus kasus pseudo aneurisma, tetap digunakan stenting , untuk mendapatkan hasil keluaran yang lebih baik . Namun yang lebih penting adalah, bahwa beberapa prosedur persiapan menjadi amat diperhatikan pada saat akan dilakukan koiling oleh seorang interventional neuroradiologi terhadap pasien pasien aneurisma , pemberian aspirin dan tirofiban , sangatlah dianjurkan untukmencegah terjadinya trombo emboli pada saat dilakukan tindakan koiling. Angka komplikasi pada penderita koiling adalah sekitar 6 – 7 % .
Gambar 1.
Beberapa contoh koil
Vasospasme 2,10
Sejak diketahui dapat menyebabkan peningkatan tekanan intracranial yang dapat memperburuk hasil keluaran , pemberian papaverin intra arterial mulai ditinggalkan , sebaliknya tindakan balon angioplasty tetap menjadi pilihan utama , dikarenakan tingkat kesuksesannya mencapai angka 90% dan angka komplikasi yang ditimbulkan sebesar 5%. Yang harus diperhatikan adalah pada kasus kasus aneurisma dan vasospasme , cerebral DSA merupakan tindakan interventional lainnya yang harus dilakukan sebelum dilakukan pemasangan koil ataupun balon angioplasty .
Malformasi arteri-vena 2,10
Penatalaksanaan malformasi arteri vena adalah penatalaksanaan yang “paling lambat” mencapai kemajuan . Saat ini, masih tidak ada bukti bukti yang valid , untuk menjawab , penatalaksanaan apa yang paling tepat untuk kasus ini , apakah reseksi oleh bedah saraf, radiasi stereotaktik, ataupun embolisasi . Saat ini sedang dipersiapkan suatu penelitian secara komphrehensif dengan nama ARUBA ( A Randomized trials of Unrupturs Brain AVM ) , dimana pada saat ini rencana penelitian tersebut masih dalam pengujian teori dan protokol .
Sementara itu , tindakan embolisasi sendiri yang saat ini menjadi pilihan utama untuk penatalaksanaan terapi malformasi arteri vena, memiliki angka komplikasi sebesar 22% , dimana di tahun 2005 , hanya didapatkan angka 11% dan bila digabung dengan tindakan bedah ,maka angka komplikasi tersebut akan meningkat menjadi 58%. Untuk saat ini injeksi yang biasa digunakan para interventionist pun masih berkisar pada senyawa n-butyl cyanoacrylate, onyx , dan polivinil alcohol , yang disuntikan langsung melalui mikro kateter ke pembuluh darah feeder malformasi tersebut .
Tumor kepala 10,12
Peran seorang interventional neurologi pada terapi tumor kepala adalah “mengirimkan” kemoterapi pada lokasi yang dituju , selama system transport intra arterial yang digunakan , dan feeder arteri yang dituju dikenali ; hingga dapat meningkatkan transport kemoterapi langsung ke target tumor , sekaligus menurunkan efek samping sistemik yang amat sering terjadi .
Gambar 2
Tampak C-DSA arteri karotis eksterna dari lateral , daerah kehitaman , menunjukan kecurigaan akan suatu lesi desak ruang .
Terdapat 8 kriteria yang merupakan indikasi untuk dilakukannya embolisasi pada tumor tumor sususan saraf pusat :
untuk mengontrol arteri feeder bila dilakukan tindakan pembedahan
menurunkan angka kematian akibat operasi dengan menurunkan resiko perdarahan
mempersingkat waktu operasi
memberikan kemudahan pada reseksi yang sulit
menurunkan keruskan yang mungkin didapat pada jaringan yang normal
menyembuhkan nyeri yang tidak kunjung berhenti
menurunkan tingkat rekurensi dari tumor
memberikan lapang visualisasi yang lebih luas bila dilakukan tindakan pembedahan .
Apabila dilakukan embolisasi, maka nekrosis tumor akan terjadi mulai dari 24 jam setelah embolisasi dan pada puncaknya pada hari ke 4 .
Penutup
Terapi interventional neuroradiologi masih merupakan hal yang relatif baru bagi bidang ilmu penyakit saraf namun perkembangan yang didapat untuk beberapa masalah amatlah pesat. Sehingga perlu kiranya dilakukan pengenalan, dan pemahaman yang lebih mendalam , bahwa terapi interventional neuroradiologi adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari cabang ilmu penyakit saraf dan mampu untuk mengatasi beberapa permasalahan dalam bidang ilmu penyakit saraf. Kerja sama dengan beberapa subbagian dalam bidang ilmu penyakit saraf amat diperlukan agar tercapat penatalaksanaan terpadu yang optimal dalam perawatan kasus kasus ilmu penyakit saraf
Koresponden :
Fritz Sumantri Usman Sr., saat ini menetap di New Dehli . Semua korespondensi sebaiknya menggunakan surat elektronik dengan alamat : fritz.sumantri@gmail.com
Daftar pustaka
Lowis GW, Minagar A. The neglected research of Egas Moniz of internal carotid
artery (ICA) occlusion. J Hist Neurosci 2003 Sep;12(3):286-91.
Liu AY . Update in interventional Neuroradiology. The Permanent Journal 2006; 10:1
Pelz D et al . Advance in Interventional Neuroradiology 2004 . Stroke. 2005;36:211
Khatri P et al . Reperfusion versus rekanalisation . Stroke 2005 ; 36: 240
IMS study investigator . Hemorhagic in update management of stroke . Stroke 2006;37:847
Haehnel S et al . Local intraarterial fibrinolysis of thrombo emboli occurring during neuro endovascular procedur with rtPA. Stroke, Jul 2003; 34: 1723 - 1728
Eckert B et al. Aggressive Therapy With Intravenous Abciximab and Intra-Arterial rtPA and Additional PTA/Stenting Improves Clinical Outcome in Acute Vertebrobasilar Occlusion: Combined Local Fibrinolysis and Intravenous Abciximab in Acute Vertebrobasilar Stroke Treatment (FAST): Results of a Multicenter Study .Stroke 2005;36:1160-65
Savitz SI et al. Arterial Occlusive Lesions Recanalize More Frequently in Women Than in Men After Intravenous Tissue Plasminogen Activator Administration for Acute StrokeStroke, Jul 2005; 36: 1447 - 1451.
Mangiafico S et al. Tirofiban intravenous and urikinase intraarterial in management stroke by trombolisis . Stroke ; 36 : 2154
Pelz D et al . Advance in Intrventional Neuroradiology 2006 . Stroke ( published
online Jan 2007 ) at http://stroke.ahajournals.org
Roffi M, Yadav JS. Carotid stenting. Circulation, Jul 2006; 114: e1 - e4
Kirmani JF et al. Essential Features of a Surveillance System to Support the Prevention and Management of Heart Disease and Stroke: A Scientific Statement From the American Heart Association Councils on Epidemiology and Prevention, Stroke, and Cardiovascular Nursing and the Interdisciplinary Working Groups on Quality of Care and Outcomes Research and Atherosclerotic Peripheral Vascular Disease. Circulation, January 2/9, 2007; 115: 127 - 155.
Kemarin dan Hari ini
Fritz Sumantri Usman Sr 1)
Abstrak
Perkembangan interventional neuroradiology amatlah pesat , peran bidang tersebut dalam penanganan beberapa kasus ilmu penyakit saraf khususnya yang disebabkan oleh kelainan pembuluh darah otak sudah mendapatkan tempat tersendiri pada saat penanganan penderita yang memiliki masalah tersebut . Dua hal yang sangat erat kaitannya dalam perkembangan interventional neuroradiologi adalah ketrampilan ahlinya dan penguasaan tekhnologi dari alat alat penunjang .
Beberapa kasus seperti stroke iskemik, aneurisma, vasospasme, malformasi arteri vena , dan tumor kepala adalah kasus kasus yang paling banyak ditemukan oleh para ahli interventional neuroradiologi di lapangan . Kerja sama dengan disiplin bidang lain dalam ilmu penyakit saraf tetap diperlukan guna mendapatkan hasil penatalaksanaan yang optimal
Kata kunci : interventional neuroradiologi ; ilmu penyakit saraf; interventional radiologi
Abstract
Blooming of interventional neuroradiology become so rapidly, our role in management several cases in neurology’s field especially in cerebrovascular disorder already steady in serve a number of patients which already that disorder. Two main problem who had close relationship in developt interventional neuroradiology are skills and ability to utilized the technology ot itself.
Several cases like ischaemic strole, aneurysm, vasospasm, AVM, and head tumour , which are the most cases that we face in interventional radiology field. Relation and join with another subdivisions of neurology still and a must , for comphrehensive management and optimal serve.
Keywords : interventional neuroradiology ; neurology ; interventional radiology
Interventional neuroradiologi kemarin
Laporan pertama mengenai tindakan angiografi pada pembuluh darah otak didapatkan pada tahun 1927 , yang menceritakan bahwa telah dilakukan tusukan jarum yang berisi kontras pada arteri karotis komunis.1
Kemudian sejarah interventional neuroradiologi (INR) tidak terlepas dari sejarah interventional radiologi . Pada tahun 1964, Dr. Charles Dotter, dari Portland Michigan USA, mempublikasikan tentang tindakan percutaneus ballon angioplasty pada majalah “circulation”, yang membuat dokter tersebut dianggap sebagai “ayah dari interventional radiology. Kata kata yang terkenal dari beliau pada waktu itu adalah “…it should be evident that the vascular cathether can be more than a tool for passieve means for diagnostic observations : used with imagination, it can become an important surgical instrument “
Setelah itu , perkembangan interventional radiologi amatlah pesat , namun tidak demikian halnya dengan interventional neuroradiologi . Pada awal tahun 1980-an, tindakan interventional neuroradiologi, hanyalah dianggap sebuah pekerjaan eksperimental dan hanya dilakukan pada pasien pasien yang sudah tidak memiliki pilihan cara terapi lagi .
Diakhir decade 80-an dan awal 90-an, lahirlah sebuah peralatan yang amat membantu para interventional melaksanakan pekerjaannya yaitu Digital Substraction Angiografi (DSA) dan Roadmap Fluoroscopic Imaging (RFI). Dengan kedua alat tersebut, yang bagi interventional neuroradiologi namanya menjadi cerebral DSA ( C-DSA )dan RFI , tindakan tindakan seperti angiografi , dan pemantauan kontras yang telah disuntikan ke dalam tubuh pasien menjadi amat mudah untuk diikuti . Sehingga , tindakan C-DSA dengan RFI pada saat ini menjadi sebuah kebutuhan , karena dengan melakukan tindakan tersebut, kita dapat mengevaluasi, apakah ada prosedur lain yang harus dilakukan seperti stenting karotis atau stenting intrakranial , atau tidak ada prosedur lain yang harus dilakukan.
1) Seorang Neurologist , saat ini sedang menjalani pelatihan Fellowship Interventional Neuroradiology dan Stroke . Pada Departement Neuro Endovascular Therapy di Sir Ganga Ram Hospital, New Delhi - India
Dan semenjak digunakannya C-DSA, maka perkembangan peralatan yang dibutuhkan oleh seorang interventional neuroradiologi menjadi amat pesat; tidak berapa lama kemudian diperkenalkanlah mikro kateter untuk interventional neuroradiology dengan ukuran 0,013 dan 0,021 inc ; dan tidak dipungkiri lagi , dengan adanya mikro kateter maka perjalanan menuju pembuluh darah otak yang dikehendaki akan semakin mudah dan menyenangkan . Kemudian di awal tahun 1990-an, diperkenalkan koil oleh perusahaan Boston Scientific , dimana koil platinum ini dapat dengan lebih mudah menempel pada aneurisma sehingga mencegag pecahnya aneurisma tersebut .2
Interventional Neuroradiologi hari ini
Saat ini sudah banyak sekali kemajuan yang dicapai dalam bidang interventioanal neuroradiologi , secara peralatan saat ini sudah dikembangkan dan dipergunakan C-DSA tiga dimensi dan akan diikuti pula oleh 3 dimensi RFI, saat ini FDA Amerika telah mengesahkan beberapa jenis koil yang aman dan layak dipakai untuk terapi aneurisma, diantaranya adalah bare platinum coil, 2 and 3 dimension coils, aneurysma conforming coil, bioactive coil, dan hydrogel-coated coil.2
Tidak hanya di bidang peralatannya saja interventional neuroradiologi mengalami kemajuan pesat , namun dari bidang keilmuan, yang dapat dilakukan oleh seorang interventional neuroradiologi pun semakin hari semakin berkembang kemampuan para praktisinya .
Untuk uraian di bawah ini, kami hanya akan membicarakan beberapa keadaan yang banyak ditemukan dan banyak dilakukan oleh seorang ahli interventional neurology, dan selain keadaan keadaan tersebut masih sangat banyak peran seorang interventional neuroradiologi dalam memberikan sumbangannya kepada dunia ilmu penyakit saraf khususnya .
Stroke Iskemik
Interventional neuroradiologis mempunyai pandangan bahwa ada 2 mekanisme utama untuk penanganan penderita stroke iskemik , yaitu Revascularisasi dan pencegahan timbulnya atau berulangnya stroke iskemik melalui tindakan stenting. 3
Revaskularisasi
Revaskularisasi yang dimaksud adalah dengan menggunakan trombolitik dan diberikan secara langsung intravena ataupun intra arterial , maupun digabung antara intravena dan intra arterial . Tentu saja , sebelum dilakukan pemberian trombolitik, harus dilakukan penentuan apakah pasien tersebut termasuk golongan penderita stroke iskemik yang dapat diberikan trombolitik atau tidak .4,5
Tujuan dari penggabungan tersebut ( intravena dan intraarterial ) hanyalah untuk lebih memfleksibelkan waktu terapi yang optimal . Kita tahu, dengan menggunakan rt-PA yang dimasukan secara intra vena , golden period yang kita miliki hanyalah 3 jam , namun dengan penyuntikan rt-PA saja secara intra arterial , maka waktu yang kita miliki untuk mengharapkan penyembuhan secara optimal adalah 4,5 – 6 jam bila kerusakan didapatkan di system karotis 5 , dan 8 – 12 jam bila kerusakan di dapatkan di sistem basilar.6
Dua hasil percobaan yang telah diterima oleh dunia interventional adalah mengkombinasikan pemberian abciximab secara IV dan rt-PA secara IA , dimana dosis untuk abciximab adalah bolus 0,25 mg/kgbb diikuti 0,125 mikrogram/kgbb/menit selama 12 jam, sedangkan dosis rtPA yang dimasukan secara intra arterial melalui ”transfemoral sheath” diatas meja prosedur oleh seorang interventional neuroradiologi adalah 10-20 mg/jam, diberikan melalui mikrokateter pada sisi yang oklusi. 7 Kemudian cara lainnya yang sudah dilakukan adalah pemberian rtPA secara intravena , kemudian langsung dilakukan serebral DSA, dan bila masih diperlukan, diberikan rtPA secara intra arterial . Dosis yang digunakan untuk keperluan tersebut adalah IV rtPa diberikan dalam rentang waktu 3 jam – 4,5 jam setelah onset dengan dosis 0,6 mg/kgbb ( maksimal60 mg ) dengan 15% dari jumlah tersebut diberikan secara bolus,dan sisanya infus dalam waktu 30 menit; kemudian dilakukan cerebral DSA , bila masih ditemukan thrombus, diberikan rtPA IA dengan dosis total 22mg.Dari cara tersebut diatas , didapatkan perdarahan intrkranial yang simtomatik sebanyak 6%,sedang yang asimtomatik 43%.5
Satu hal yang menarik adalah , ditemukan bahwa tingkat efektifitas rtPA , ternyata lebih baik pada wanita dibandingkan pada pria. Dari penelitian yang dilakukan pada arteri cerebri media dan karotis interna didapatkan hasil rekanalisasi yang terjadi pada wanita dibanding pria ( komplit dan parsial ) adalah 94% ( 59% ; 35% ) berbanding 59% ( 36% ; 23% ) . Sedangkan , bila dicatat hasil yang didapat pada arteri cerebri media saja , pada wanita 100% ( 67% ; 33% ) , sedang pada pria 61% ( 54% ; 7% ) .8
Pemberian urokinase secara tersendiri mulai kehilangan tempat inti dalam penatalaksanaan stroke iskemik , namun sebaliknya , laporan terbaru , menyatakan tirofiban yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,4 mikrogram/kgBB/ secara bolus dalam 3 menit diikuti oleh 0,1 mikrogram/kgbb/ menit selama 30 – 80 menit digabung dengan urokinase dengan dosis 300.000 – 600.000 IU , menjanjikan rekanalisasi baik itu parsial ataupun komplit yang sangat memuaskan . Untuk keseluruhan metoda terapi dengan menggunakan obat obat trombolitik baik secara intra vena maupun arterial , pemeriksaan fisik neurologi sebaiknya dilakukan tiap jam.9
Kemudian, untuk mendapatkan hasil keluaran yang lebih baik lagi , maka dilakukan kombinasi , antara pemberian trombolitik dengan penggunaan pemindai dengan penelitiannya yang bernama MERCI ( Mechanical Embolus Removal In Cerebral Ischaemic ), didapatkan hasil bahwa penggabungan penggunaan rtPA saja secara intravena memiliki angka keberhasilan yang lebih kecil bila rtPA dikombinasikan dengan alat pemindai dan pemindah bekuan tersebut dengan angka perbandingan 54% berhasil dengan rtPA saja, dan 69% berhasil dengan rtPA dan retriever cloth . Patut ditunggu , kehadiran retriever clot seri terbaru yang bernama MicroLysus Ultrasound Device, yang pada saat ini masih dalam fase II dari Investigation Management of Stroke .10
Pencegahan dengan melakukan stenting arteri karotis ataupun stenting pada pembuluh darah intrakranial
Stenosis dari arteri karotis dan pembuluh darah intrakranial memberikan kontribusi sekitar 10 – 20% untuk terjadinya stroke iskemik ataupun TIA . Suatu tindakan stenting pada pembuluh darah tersebut memberikan keuntungan yang tinggi pada individu dengan stesonis > 70%, dan beberapa yang stenosisnya 50 – 69% ; sedang pada pasien pasien asimtomatik , tindakan stenting memperkecil resiko terjadinya stroke dan dapat dilakukan pada penderita dengan tingkat stenosis >60% .11
Ada dua pilihan tindakan untuk menghilangkan stenosis yang timbul, yaitu stenting yang dilakukan oleh seorang interventionalist dan endarterektomi yang biasanya dilakukan oleh seorang ahli bedah saraf .
Dari beberapa trial yang dilakukan beberapa center di dunia untuk mengukur dan atau memperbandingkan keefektifan antara Carotid Angioplasty Stenting ( CAS ) dan Carotid Angioplasty Endarterektomi ( CAE ), Acculink for Revascularization of Carotids in High Risk patients (ARCHeR) dan the Stenting and Angioplasty with Protection in Patients at High Risk for Endarterectomy (SAPPHIRE) trial telah memberikan hasilnya, dimana pada ARCHer didapatkan komplikasi sebanyak 10% pada tindakan stenting dan 15% pada endarterektomi,demikianpula pada SAPPHIRE dengan angka yang tidak jauh berbeda . Dari Eropa dikabarkan penelitian EVA-3S telah dihentikan , dikarenakan angka kematian yang tinggi baik pada CAS (9,6% ) dan CAE (3,9% ).10
Strategi penatalaksanaan pasien dengan stenosis karotis
Curiga Stenosis karotis
Cerebral DSA
Penatalaksanaan stenosis simptomatik > 50%
konservatif atau stenosis asimtomatik > 60%
Penilaian faktor resiko untuk tindakan CAS atau CEA
Resiko rendah resiko tinggi
Endarterektomi atau Stenting karotis stenting karotis
-terapi anti platelet -terapi anti platelet
Yang dimaksud resiko tinggi untuk endakan endarterektomi adalah :(approved NYHA )11
- gagal jantung derajat III / IV
- fraksi ejeksi ventrikel kiri < 30%
- angina yang tidak stabil
- oklusi arteri karotis yang kontralateral
- saat ini menderita infark miokard
- baru dilakukan endarterektomi akibat stenosis yang rekuren
- radiasi di daerah leher
- Usia lebih dari 80 tahun
- Penderita gangguan paru paru kronik
Aneurisma 2,10
Peran para interventional neuroradiologi pada penatalaksanaan aneurisma semakin dimudahkan dengan terus diperkenalkannya peralatan peralatan yang semakin memudahkan mereka mencapai lokasi aneurisma, dan menempelkan koil yang dihantarkan ke lokasi aneurisma . Bila beberapa waktu yang lalu, giant aneurisma menjadi masalah , dikarenakan lehernya yang lebar tidak dapat dipergunakan sebagai “pegangan” koil yang ditempelkan kedalamnya agar tidak rupture ataupun tidak prolaps dan menjadi sumber masalah, saat ini , sudah terdapat Neuroform stent ( Boston Scientific Inc ), yang memang fungsinya ditujukan untuk memasukan koil kedalam aneurisma dengan leher yang lebar, dan membuat koil yang telah terpasang tidak prolaps . Dan walaupun , tekhnologi dan bentuk koil sudah sangat bervariasi dan maju, namun untuk kasus kasus pseudo aneurisma, tetap digunakan stenting , untuk mendapatkan hasil keluaran yang lebih baik . Namun yang lebih penting adalah, bahwa beberapa prosedur persiapan menjadi amat diperhatikan pada saat akan dilakukan koiling oleh seorang interventional neuroradiologi terhadap pasien pasien aneurisma , pemberian aspirin dan tirofiban , sangatlah dianjurkan untukmencegah terjadinya trombo emboli pada saat dilakukan tindakan koiling. Angka komplikasi pada penderita koiling adalah sekitar 6 – 7 % .
Gambar 1.
Beberapa contoh koil
Vasospasme 2,10
Sejak diketahui dapat menyebabkan peningkatan tekanan intracranial yang dapat memperburuk hasil keluaran , pemberian papaverin intra arterial mulai ditinggalkan , sebaliknya tindakan balon angioplasty tetap menjadi pilihan utama , dikarenakan tingkat kesuksesannya mencapai angka 90% dan angka komplikasi yang ditimbulkan sebesar 5%. Yang harus diperhatikan adalah pada kasus kasus aneurisma dan vasospasme , cerebral DSA merupakan tindakan interventional lainnya yang harus dilakukan sebelum dilakukan pemasangan koil ataupun balon angioplasty .
Malformasi arteri-vena 2,10
Penatalaksanaan malformasi arteri vena adalah penatalaksanaan yang “paling lambat” mencapai kemajuan . Saat ini, masih tidak ada bukti bukti yang valid , untuk menjawab , penatalaksanaan apa yang paling tepat untuk kasus ini , apakah reseksi oleh bedah saraf, radiasi stereotaktik, ataupun embolisasi . Saat ini sedang dipersiapkan suatu penelitian secara komphrehensif dengan nama ARUBA ( A Randomized trials of Unrupturs Brain AVM ) , dimana pada saat ini rencana penelitian tersebut masih dalam pengujian teori dan protokol .
Sementara itu , tindakan embolisasi sendiri yang saat ini menjadi pilihan utama untuk penatalaksanaan terapi malformasi arteri vena, memiliki angka komplikasi sebesar 22% , dimana di tahun 2005 , hanya didapatkan angka 11% dan bila digabung dengan tindakan bedah ,maka angka komplikasi tersebut akan meningkat menjadi 58%. Untuk saat ini injeksi yang biasa digunakan para interventionist pun masih berkisar pada senyawa n-butyl cyanoacrylate, onyx , dan polivinil alcohol , yang disuntikan langsung melalui mikro kateter ke pembuluh darah feeder malformasi tersebut .
Tumor kepala 10,12
Peran seorang interventional neurologi pada terapi tumor kepala adalah “mengirimkan” kemoterapi pada lokasi yang dituju , selama system transport intra arterial yang digunakan , dan feeder arteri yang dituju dikenali ; hingga dapat meningkatkan transport kemoterapi langsung ke target tumor , sekaligus menurunkan efek samping sistemik yang amat sering terjadi .
Gambar 2
Tampak C-DSA arteri karotis eksterna dari lateral , daerah kehitaman , menunjukan kecurigaan akan suatu lesi desak ruang .
Terdapat 8 kriteria yang merupakan indikasi untuk dilakukannya embolisasi pada tumor tumor sususan saraf pusat :
untuk mengontrol arteri feeder bila dilakukan tindakan pembedahan
menurunkan angka kematian akibat operasi dengan menurunkan resiko perdarahan
mempersingkat waktu operasi
memberikan kemudahan pada reseksi yang sulit
menurunkan keruskan yang mungkin didapat pada jaringan yang normal
menyembuhkan nyeri yang tidak kunjung berhenti
menurunkan tingkat rekurensi dari tumor
memberikan lapang visualisasi yang lebih luas bila dilakukan tindakan pembedahan .
Apabila dilakukan embolisasi, maka nekrosis tumor akan terjadi mulai dari 24 jam setelah embolisasi dan pada puncaknya pada hari ke 4 .
Penutup
Terapi interventional neuroradiologi masih merupakan hal yang relatif baru bagi bidang ilmu penyakit saraf namun perkembangan yang didapat untuk beberapa masalah amatlah pesat. Sehingga perlu kiranya dilakukan pengenalan, dan pemahaman yang lebih mendalam , bahwa terapi interventional neuroradiologi adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari cabang ilmu penyakit saraf dan mampu untuk mengatasi beberapa permasalahan dalam bidang ilmu penyakit saraf. Kerja sama dengan beberapa subbagian dalam bidang ilmu penyakit saraf amat diperlukan agar tercapat penatalaksanaan terpadu yang optimal dalam perawatan kasus kasus ilmu penyakit saraf
Koresponden :
Fritz Sumantri Usman Sr., saat ini menetap di New Dehli . Semua korespondensi sebaiknya menggunakan surat elektronik dengan alamat : fritz.sumantri@gmail.com
Daftar pustaka
Lowis GW, Minagar A. The neglected research of Egas Moniz of internal carotid
artery (ICA) occlusion. J Hist Neurosci 2003 Sep;12(3):286-91.
Liu AY . Update in interventional Neuroradiology. The Permanent Journal 2006; 10:1
Pelz D et al . Advance in Interventional Neuroradiology 2004 . Stroke. 2005;36:211
Khatri P et al . Reperfusion versus rekanalisation . Stroke 2005 ; 36: 240
IMS study investigator . Hemorhagic in update management of stroke . Stroke 2006;37:847
Haehnel S et al . Local intraarterial fibrinolysis of thrombo emboli occurring during neuro endovascular procedur with rtPA. Stroke, Jul 2003; 34: 1723 - 1728
Eckert B et al. Aggressive Therapy With Intravenous Abciximab and Intra-Arterial rtPA and Additional PTA/Stenting Improves Clinical Outcome in Acute Vertebrobasilar Occlusion: Combined Local Fibrinolysis and Intravenous Abciximab in Acute Vertebrobasilar Stroke Treatment (FAST): Results of a Multicenter Study .Stroke 2005;36:1160-65
Savitz SI et al. Arterial Occlusive Lesions Recanalize More Frequently in Women Than in Men After Intravenous Tissue Plasminogen Activator Administration for Acute StrokeStroke, Jul 2005; 36: 1447 - 1451.
Mangiafico S et al. Tirofiban intravenous and urikinase intraarterial in management stroke by trombolisis . Stroke ; 36 : 2154
Pelz D et al . Advance in Intrventional Neuroradiology 2006 . Stroke ( published
online Jan 2007 ) at http://stroke.ahajournals.org
Roffi M, Yadav JS. Carotid stenting. Circulation, Jul 2006; 114: e1 - e4
Kirmani JF et al. Essential Features of a Surveillance System to Support the Prevention and Management of Heart Disease and Stroke: A Scientific Statement From the American Heart Association Councils on Epidemiology and Prevention, Stroke, and Cardiovascular Nursing and the Interdisciplinary Working Groups on Quality of Care and Outcomes Research and Atherosclerotic Peripheral Vascular Disease. Circulation, January 2/9, 2007; 115: 127 - 155.
Dibawah ini ada Beberapa Tulisan ilmiah karya saya
Pro rekan rekan
Dibawah ini ada beberapa contoh tulisan karya ilmiah saya ....selamat menikmati
Dibawah ini ada beberapa contoh tulisan karya ilmiah saya ....selamat menikmati
Subscribe to:
Posts (Atom)